Street photography is the art of shooting or taking pictures in public places. I, Muhamad Yasin, define street photography as the category of image that is in the public sphere, and usually a candid shot (without the subject knowing). While it defines the state of the human subject in the public sphere, there are also many approaches in terms of street photography. The approach can be in terms of journalism, architecture, portrait, still life and others that are all in a public space.
Street Fotografi adalah pengambilan gambar atau seni memotret pada lingkup ruang publik. Disini saya, Muhamad Yasin juga mendefiniskan mengenai street fotografi adalah bagian dari kategori foto yang ada di Ruang Publik yang biasanya diambil dengan cara candid (tanpa subjek mengetahui) dan tak hanya mendefinisikan keadaan dengan Objek Manusia pada ruang publik tetapi juga banyak pendekatan-pendekatan lainnya dalam hal street fotografi. Entah itu pendekatan ke sisi Jurnalistik, Arsitektur, Portrait, Still Life misalnya tanda rambu lalulintas dan dan sebagainya yang berada di ruang publik.
Some of the photos below have several approaches to street photography itself. Whether portrait, architecture or another style, they can be assessed based on the composition and approach of each picture. People’s judgments will vary regarding this.
Beberapa foto dibawah ini mempunyai beberapa pendekatan street fotografi itu sendiri, portrait, arsitektur atau lainnya dinilai dari komposisi berapa persen yang ada pada tiap gambar sisi pendekatannya. Penilaian orang akan berbeda-beda mengenai ini.
Maybe someone will say some of the above photos are portraits, but in my opinion it is a street portrait photography approach. Or, some will also say they are simply photos of architecture; but I think it is an architectural approach to street photography. All opinions will vary depending on the individual person’s views. But, remember, street photography has lots of approaches.
Mungkin ada yang bilang beberapa foto diatas portrait tapi menurut saya street fotografi dengan pendekatan portrait, atau juga ada yang bilang foto arsitektur tapi menurut saya itu street fotografi pendekatan arsitekstur. Semua penilaian akan berubah tergantung mereka yang menilainya. Tapi, ingat street fotografi memiliki banyak pendekatan.
In street photography many have said: hunting photos in the same location repeatedly, do not you get bored? I don’t ever get bored, however. Why? Because, while in the same location, we never know the situation and the moment that we are going to come across. That is the uniqueness of street photography. Regardless of the method of taking pictures, with a few friends I mostly explore the area of Jakarta, often capturing in the same location. However, the results are moments that have not been obtained in a previous hunting in the same location.
Dalam street fotografi banyak yang bilang : Hunting Foto dalam 1 lokasi yang sama berkali-kali, apa kamu tidak bosan? Jangan pernah bilang bosan, kenapa? Karena, dalam lokasi yang sama kita tidak pernah tahu situasi dan moment apa lagi yang akan kita dapatkan karena disanalah uniknya sisi Street Fotografi. Diluar dari cara pengambilan kita tentunya, seperti halnya diriku paling sering mengeksplore kawasan Jakarta dengan beberapa teman dan terkadang mengulang dilokasi yang sama. Tetapi, hasilnya moment-moment yang belum pernah didapat dalam hunting sebelumnya dilokasi yang sama.
In Indonesia there are many laws that are not standardized in terms of street photography, because as a nation we uphold decency and politeness. For example, we sometimes capture the subject of street people and homeless beggars, but many oppose it because it is seen as a type of human exploitation. My personal view on the matter is that the viewers themselves are looking and judging them from the final image by enforcing their views impressed on a photograph as human exploitation. The important thing is the process behind creating the image. Only then, we can judge (for exploits) or appreciation (because you want to show a good message in it). In addition, these rules are not the rules that I believe God has is required of all religions to abide by. But still, I say we should take the good and useful points from any existing rules, and the most important point is “don’t let such rules limit your work”.
Di Indonesia sendiri ada banyak peraturan yang bentuknya memang tidak baku dalam hal street fotografi karena Indonesia lebih menjunjung tinggi kesopanan. Misalnya, kita melakukan pemotretan street dengan subjek orang-orang pengemis dan tunawisma banyak yang menentang hal tersebut karena dipandang sebagai Eksploitasi manusia. Pandangan saya secara pribadi mengenai hal tersebut adalah banyak dari mereka yang memandang dan menilai dari hasil akhir foto tersebut. Mungkin jika kita lebih dekat untuk melihat proses dan alasan baik mereka bagaimana mereka mengambil foto tersebut dan maksud dari pengambilan gambar tersebut (biarkan public dan pembaca yang menilai setelahnya). Yang terpenting adalah, proses dibelakangnya sehingga foto tersebut terbentuk. Barulah, kita bisa menghakimi (karena mengeksploitasi) atau memberikan apresiasi (karena ingin menunjukan pesan yang baik didalamnya). Selain itu peraturan-peraturan tersebut bukan aturan Tuhan yang memang diwajibkan semua umatnya untuk mematuhi aturan tersebut. Tapi tetap ambil sisi yang baik dan bermanfaat dari setiap aturan yang ada point terpenting “Jangan Sampai Aturan Tersebut Membatasi Karyamu”.
Does street photography always need to be in black and white? Many have asked that question. I personally think street photography was preceded by a film camera when it was only in monochrome. Thus, people also think and interpret it that way based on the past. For my images, I choose to turn them into black and white if the image does not have beautiful colors (monotone color). However, if my photo has beautiful colors in it, I prefer to leave it as it is, because those colors will also tell a story of that particular moment.
Street Fotografi apa harus selalu menggunakan tone Black and White? Banyak sekali yang menanyakan hal tersebut, menurut saya pribadi Street Fotografi memang diawali oleh kamera film yang saat itu hanya Hitam dan Putih saja. Jadi, kebanyakan mendefinisikan dan mengartikannya seperti itu, tapi kalau kalian memahami seperti itu jelas salah besar kenapa kategori foto lain (selain street fotografi) yang mungkin berkembang pada masa kamera film Hitam dan Putih tidak menggunakan BW saat ini? Kesimpulannya jika seperti saya hanya buat gambar saya menjadi Hitam dan Putih jika memang pada gambar tersebut tidak memiliki warna-warni yang indah (warna yang monoton) jadi saya memilihnya untuk mengubahnya ke Hitam dan Putih. Namun, jika foto street saya memiliki warna yang indah saya lebih suka membiarkanya dengan warna tersebut, karena dengan adanya warna juga akan membuat sebuah cerita yang ada pada foto tesebut.
My personal take on street photography is taken in the public scope, with a variety of approaches for each of the photos taken in public places. Street photography does not have to use black and white tones. Street photography does not have to look elsewhere because, in the same location we can get a lot of moments. And most importantly, don’t make any rules in photography that can limit your work because it should not be like that: take the positive and usefulness of each of the existing regulations. Both in terms of global photography and the traditions of each country, let your heart give color to every picture you take in various public places.
Kesimpulan dalam street fotografi menurut saya pribadi adalah ruang lingkupnya berada di publik, dan dengan macam-macam pendekatan masing-masing dari hasil foto yang diambil diruang publik. Street fotografi tidak harus menggunakan tone Hitam dan Putih seperti penjelasan saya diatas, Street fotografi tidak harus mencari tempat lain karena di satu lokasi yang sama pun kita bisa mendapatkan banyak sekali moment. Dan yang TERPENTING jangan jadikan sebuah aturan dalam fotografi yang bisa membuat karyamu terbatasi namun tetap ambil sisi baik dan manfaat dari tiap peraturan yang ada. Baik dalam fotografi global maupun tata krama ditiap Negara dan bagian daerah dari tiap Negara yang ada. Biarkan Hatimu yang memberi warna pada setiap gambar yang kamu ambil pada ruang publik tersebut.
About Muhamad Yasin :
My name is Muhamad Yasin, but people know and often call me Kang Yasin. I was born in Jakarta and am 25 years old. Lately, I feel Street has taught me to smile to the subject that I take a picture of, a smile that I can give every time I shoot street with human subjects.
Tentang Muhamad Yasin :
Nama saya Muhamad Yasin namun orang-orang mengenal dan sering memanggil saya Kang Yasin, Lahir di Jakarta dan berusia 25 tahun. Akhir-akhir ini saya merasa Street telah mengajarkan saya untuk tersenyum kepada subjek yang saya ambil gambarnya, senyuman itu yang bisa saya berikan setiap kali saya memotret street dengan subjek manusia.
instagram | twitter | facebook
About Author
Latest stories
- CommunityDecember 31, 2020We Bid Adieu
- Alexandra PrestonDecember 31, 2018December Wishes from Grryo
- StoriesMarch 11, 2018The Marigoldroadblog Project by Adjoa Wiredu
- Antonia BaedtDecember 22, 2017‘Tis a Jolly Grryo Christmas
Beautiful work, thank you for sharing
Great article Muhamad, I’m totally agree with you about street photography definition and it’s subjectivity. I find your work as a reflect of your feelings at the moment you shoot very well expressed, as you said with no limitations. Cheers¡